Ada pepatah yang mengatakan, “Kalau Anda tidak kunjung sukses, padahal tekad dan impian sudah ada, mungkin yang perlu Ada ubah adalah pergaulan Anda.” Berada di tengah-tengah lingkaran orang-orang sukses membuat Anda punya “kesiapan” untuk sukses. Anda lebih siap dari orang-orang lain, karena Anda memiliki panutan.
Membaca buku-buku biografi memiliki manfaat yang serupa. Di dalam buku-buku biografi, terdapat kisah nyata dengan pengalaman-pengalaman khas yang terbukti mengantarkan seorang tokoh besar pada jalan hidup tertentu—dalam hal ini, jalan hidup sukses. Ada hikmah yang bisa dipetik oleh para pembaca, sehingga ia bisa mengikuti jejaknya.
Adalah sebuah privilese bisa mengenal lebih dalam seorang tokoh besar atau tokoh sukses. Privilese pertama tentu didapatkan oleh para teman dan sahabat yang mengenal langsung tokoh tersebut. Karena mengenal secara langsung, mereka bisa mendapatkan kisah sesungguhnya, bahkan tips dan rahasia sukses si tokoh. Mereka beruntung sebab tips dan rahasia tersebut sudah jelas-jelas terbukti dalam hidup tokoh tersebut, sehingga lebih mudah dijalani. Bagaimana dengan yang tidak kenal dengan beliau? Yang bukan kenalan, sahabat, atau keluarga si tokoh, bisa mendapatkan privilese kedua, yaitu melalui buku biografi. Melalui perantara buku, tips dan rahasia sukses itu dibagikan. Anda serasa berada di lingkaran terdekat si tokoh.

Dari situlah, buku-buku biografi atau memoar memiliki andil besar dalam dunia literasi kita. Mereka yang ingin sukses sebagai negarawan, dapat membaca buku Soekarno: Kuantar ke Gerbang, Sutan Sjahrir: Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan 1906-1966, atau The Bridge: The Life and Rise of Barack Obama. Mereka yang ingin berhasil di bidang entrepreneur, dapat membaca buku, Chairul Tanjung Si Anak Singkong, Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila, atau The Pursuit of Happyness. Mereka juga bisa memetik hikmah dari pengalaman pahit atau menantang seseorang, melalui buku seperti Kusni Kasdut, Andy Noya – Kisah Hidupku, atau Keluarga Bahagia: Sembilan Memoar Luka Keluarga Indonesia.
Buku Biografi Tidak Laku?
Jika memang buku biografi memberikan manfaat sebesar itu, mengapa muncul anggapan bahwa menerbitkan buku-buku biografi itu tidak mendatangkan cuan, alias tidak laku?
Pertama, setiap penerbit mengamini bahwa bukan genre yang menyebabkan sebuah buku tidak laku. Tidak bisa dipukul rata, bahwa menerbitkan genre biografi sudah pasti tidak untung. Jadi, pernyataan bahwa jenis buku biografi pasti tidak laku, sudah barang tentu kekeliruan berpikir. Malahan, telah terbukti ada buku-buku biografi yang sukses menangguk untung, misalnya buku memoar Sir Alex Ferguson, Autobiografi Saya, atau Habibie & Ainun, yang bahkan filmnya pun laris ditonton.
Kedua, barangkali anggapan itu muncul karena penerbit terlalu sering menerima naskah-naskah biografi yang tidak memenuhi kriteria. Tepatnya, terdapat faktor-faktor minus yang ditemukan dalam konten, yang membuatnya tidak laku. Ada “cacat konten” yang terendus dalam naskah-naskah biografi, yang membuat penerbit menyimpulkan bahwa naskah-naskah biografi tersebut sudah pasti tak akan laku.
Apa saja faktor-faktor yang membuat naskah biografi dianggap tidak memenuhi syarat? Berikut ini adalah 4 faktor yang diurutkan dari yang paling mendasar:
Pertama, orang tersebut belum cukup pantas menjadi tokoh. Ini tampaknya adalah syarat utama, yang harus dipenuhi. Sebuah buku biografi haruslah tentang seseorang yang menonjol, yang pengalaman-pengalamannya mendudukkannya sebagai orang yang mengundang decak kagum. Ia haruslah lain dari yang lain, memiliki prestasi yang terbukti. Patokannya sederhana, berapa orang yang seperti dia? Kalau hanya segelintir orang yang bisa menyamai, jelaslah dia seorang tokoh.
Kedua, naskah tersebut terlalu tendensius. Terlalu tendensius berarti terlalu eksplisit dalam menunjukkan kecenderungan/kecondongan pada motif tertentu, misalnya motif memenangkan diri di bidang politik, motif membersihkan nama baik, motif membela kubu tertentu, dan semacamnya. Memang tidak bisa dimungkiri bahwa buku biografi adalah alat yang sangat efektif untuk propaganda, tapi porsi yang terlalu berlebihan akan mencederai fitrah buku biografi, yang semestinya jujur.
Ketiga, kurangnya data. Selling point sebuah buku biografi adalah penyingkapan. Yang disingkap adalah fakta-fakta kehidupan yang selama ini tidak pernah diketahui. Data inilah yang menjadi kekuatan, entah berupa pengalaman di masa kecil, pengalaman pahit, pengalaman buruk, hingga aib yang dulu sempat ditutupi. Semakin cerdas seorang penulis, semakin ia mampu merangkainya sebagai sebuah benang merah dalam kehidupan si tokoh. Jika data-data ini tidak dituangkan, sebuah biografi akan terjebak hanya pada glorifikasi prestasi dan pencapaian seorang tokoh, tanpa ada refleksi.
Keempat, penulisan yang “kering”. Penulisan yang kering merujuk pada gaya tulisan yang tidak bersahabat, kurang naratif, dan seolah tidak bernyawa. Tentu saja yang menentukan kering atau tidaknya penulisan sebuah biografi, adalah mereka yang ada di ranah editorial. Namun begitu, sebuah tips penting tentang hal ini adalah: sudahkah Anda memahami siapa pembaca Anda? Nilailah tulisan tersebut dengan menilai apakah tulisan ini menarik di mata mereka.
Penerbit memang tidak serta merta menolaknya. Jika memang sebuah naskah diajukan ke penerbit dengan skema co-publishing, tentu saja lain soal. Beberapa hal bisa dikompromikan, asalkan pemasaran buku tersebut bersedia ditopang sebagian oleh pihak penulis.

Jalan Pintas Buku Biografi
Menulis buku biografi masih merupakan cara paling ampuh untuk melakukan branding. Inilah motivasi utama seseorang menuliskan biografi, sebab dengan menyingkapkan kisah hidupnya dan membagikan pikiran-pikirannya, seseorang menjadi lebih dekat di mata publik. Ketimbang tampil di televisi, membuat artikel khusus di media massa, atau wawancara di radio, buku masih menjadi alat paling efektif sekaligus ekonomis.

Buku memiliki jangkauan yang luas, relatif terjangkau, dan bisa dibaca kapan saja, bahkan bisa diulang. Kekuatan tersebut tidak dimiliki oleh media lain.
Tidak mengherankan banyak yang melakukan segala cara untuk menuliskan biografinya. Salah satunya adalah dengan menggunakan penulis bayangan, atau dikenal sebagai ghostwriter. Tugas ghostwriter adalah menuliskan buku biografi orang tersebut, tanpa dikenal oleh pembaca. Ini sah-sah saja, bahkan jika hasilnya memuaskan, mengapa tidak?
Anda terpikir untuk membuat buku biografi Anda?
tulisan santai asyik. Plus infografis yang menarik. (y)
LikeLike
Wooooo, komentar bosque ini sungguh membuat hati jebooool karena bangga!
LikeLike